Oleh: psikologi2009 | April 11, 2009

ARTIKEL

 

 

 

FACEBOOK:

PSIKOLOGI:Tujuan Puasa Yaitu La’ Allakum Tattaqun

dan Tidak Bisa Mengubah Watak

Puasa.Tujuan puasa yaitu mencapai ketakwaan atau la’allakum tattaqun. Jadi, tujuan puasa bukanlah menahan lapar atau dahaga. Takwa artinya menjauhi segala larangan Tuhan dengan cara takut kepada Allah s.w.t. Esensi puasa adalah pengendalian diri (self control).

Banyak teori psikologi yang bisa kita baca. Antara lain karya George Kelly yang terkenal dengan teori psikologi fisilogikal  Gordon Allport yang terkenal dengan teori  psikofisik atau keunikan  individu ,Sigmund Freud yang terkenal dengan Teori Psikoanalisanya, Alfred Adler dengan teori psikologi individu, atau Francis Galton dengan Teori Psikologi Diferential.dll.

Tingkah laku (Behaviour)

Tingkah laku atau behaviour adalah gerakan fisik yang bisa dilihat dan bersifat konkrit.Misalnya, perbuatan tak sopan, ugal-ugalan,sopan santun.Tingkah laku bisa diubah seketika.bahkan bisa dibuat-buat (artifisial)

Watak.(Character).

Sifat yang melekat pada seseorang dan biasanya bersifat semi-permanen dan bersifat nonfisik..Misalnya, pemarah, mudah tersinggung, teliti,cerdas.Contoh pada benda:api bersifat panas (abstrak), es bersifat dingin (abstrak).Untuk mengubah watak perlu waktu yang lama.Sebab, watak terbentuk melalui proses pertumbuhan sejak lahir hingga kini dan merupakan sifat melekat akibat pengaruh internal dan eksternal.

Kepribadian (Personality)

Menggambarkan pribadi seutuhnya.Misalnya, anggun, wibawa,pemalu,dll.Lebih bersifat manifestasi dari penampilan. Contoh benda:Rumah mewah, baju bagus,dasi perlente,dll.

.

Niat (Intend)

Keinginan,motivasi.Misalnya:ingin makan,ingin minum,ingin mengubah watak, ingin berpuasa, dll. Lebih bersifat planning.

Kemauan (Willingness)

Yaitu suatu proses untuk merealisasikan niat.Misalnya, bangkit untuk mengambil makanan,minuman,dll.Lebih bersifat excecution atau action.

Kesimpulan

Mungkinkan kita bisa minum tanpa niat dan kemuan untuk minum? Tidak bisa.Bisakah kita mengubah watak tanpa niat dan kemauan? Tidak bisa. Apa yang kita lakukan dasarnya adalah niat (planning) dan kemauan (action).Sedangkan puasa sifatnya pengendalian (controlling). Jadi, puasa tidak mungkin bisa mengubah watak kalau tidak diserta niat ( planning) dan kemauan (action). Sudah jelas bahwa tujuan berpuasa adalah ketakwaan atau la’ allakum tattaqun. Bukan bertujuan mengubah watak.

Boleh saja puasa merupakan latihan untuk mengubah watak. Namun tanpa niat dan kemauan maka puasa tak bisa merubah watak karena yang bisa merubah watak adalah niat (intend) dan kemauan (willingness) manusia itu sendiri.Bukan karena puasanya.

Pembuktian:

1.Johnny Indo (mantan perampok toko emas) bisa berubah menjadi ustadz bukan karena berpuasa 1.000 hari, tetapi karena NIAT dan KEMAUAN.

2.Jeffry al Buchori, (mantan pecandu narkoba) bisa berubah menjadi ustadz bukan karena puasa 1.000 bulan, tetapi karena NIAT dan KEMAUAN.

CATATAN:

Menurut hasil pengamatan saya, banyak orang mencampuradukkan pengertian tingkah laku, watak dan kepribadian.

HARIYANTO IMADHA

Penulis Kritik Sejak 1973

Kalau pendapat saya dianggap salah dan saya dianggap bodoh, saya mengucapkan “Alhamdulillah”.

Kebenaran mutlak hanya milik Allah s.w.t.

—ooOoo—

PSIKOLOGI:


Andi Malarangeng Tak Memahami

Psikologi Massa

 

UCAPAN Andi Malarangeng menjadi polemik. Antara lain mengatakan bahwa kenapa dia sebagai orang Bugis kok memilih pasangan SBY-JK, maka dia menjawab sendiri bahwa saat sekarang yang terbaik adalah capres Sby-Boediono. Sedangkan orang Bugis ataupun Sulsel punya masa sendiri.

Jadi kalau diberbagai media massa atau media cetak tertulis kalimat bahwa And Malarangeng mengatakan orang Sulsel tidak layak jadi presiden, tentu kalimat itu salah. Andi Malarangeng tidak mengatakan demikian.

Namun ucapan Andi Malarangeng punya dampak psikologi yang sangat luas sebab itu ditayangkan televisi dan ditonton jutaan pemirsa, terutama orang Sulsel, terutama Makassar.

Kalimat yang mengatakan orang Bugis atau Sulsel punya masanya sendiri menjadi presiden, dari sudut psikologi massa, tentu akan diartikan bahwa saat sekarang ini orang Sulsel belum saatnya jadi presiden.

Kalimat itu jelas sangat menyinggung perasaan orang Bugis atau Sulsel karena terkesan kuat Andi Malarangeng merendahkan derajat orang Bugis atau Sulsel, walaupun sebenarnya dia tidak bermaksud demikian.

Sebagai seorang politisi, seharusnya Andi Malarangeng, atau politisi manapun, memahami ilmu komunikasi politik, psikologi massa, dan ilmu budaya atau etnologi. Namun sebagai tim sukses yang berbicara di depan umum, pernan psikologi massa jauh lebih penting dibandingkan komunikasa massa. Sebab, psikologi massa harus menggunakan bahasa yang terpilih, hati-hati dan harus dipikirkan dampaknya.

Ucapan Andi malarangeng bisa berdampak luas. Bisa dinilai ucapan itu sebagai ucapan yang bersifat rasis, meskipun Andi Malarangeng tidak bermaksud begitu. Namun tanpa disadari, ucapan itu memang berdampak rasis.

Bahkan dari sudut hukumpun Andi Malarangeng dianggap melakukan perbuatan pidana, terutama pidana pemilu. Ucapannya berbau SARA, walaupun Andi Malarangeng membantahnya.

Apapun alasan-alasan Andi Malarangeng, betapapun itu sangat benar menurut anggapannya, namun reaksi keras dari masyarakat Sulsel merupakan fakta dan realita yang tidak bisa dibantah. Bahkan sangat layak apabila masyarakat menggugat secara pidana terhadap Andi malarangeng. Bahkan bawaslu juga punya hak untuk menggugat, asal ada pengaduan dari masyarakat Bugis atau Sulsel disertai bukti-bukti yang kuat.

Itulah akibatnya, jika seorang politisi tidak memahami psikologi massa. Bisa fatal akibatnya. Sebelumnya salah satu tim sukses SBY-Boediono, yaitu Ruhut Sitompul juga didemo organisasi massa Islam karena ucapan-ucapannya yang berbau SARA. Saya menilai, SBY yang punya membaca buku-buku ilmiah pasti memahami psikologi massa. Oleh sebab itu SBY di dalam setiap pidatonya, selalu berhati-hati menggunakan kata atau kalimat. Oleh karena itu ada baiknya Andi Malarangeng rajin-rajin membaca buku-buku psikologi supaya tidak dicap sebagai politisi rasis, arogan, ngawur dan tidak profesional.

 

HARIYANTO IMADHA

 

PSIKOLOGI:

 

Memahami Beberapa Reaksi Kebencian


DENGAN menggunakan analisa bahasa tubuh (body language analysis), sesungguhnya kita bisa membaca rasa kebencian atau ketidaksukaan orang terhadap kita. Reaksinya bisa diam, berupa ucapan, tulisan atau tindakan.

Reaksi Diam

Sering kami menemukan yang saling tidak suka, kemudian saling diam dan tak bertegur sapa. Bisa satu hari, seminggu, sebulan, setahun dan bahkan bertahun-tahun. Rasa benci yang terlalu lama disebut dengan dendam. Rasa tidak suka atau benci memang awal dari perjalanan sebuah dendam dan akan berakhir menadi dendam kesumat yang abadi.

Sebenarnya, dari kacamata psikologi, orang-orang macam ini belum memiliki kematangan berpikir dan kematangan kejiwaan. Sikap yang langsung menutup diri justru tidak menyelesaikan persoalan, baik jangka pendek atau jangka panjang.

Solusi terbaik yaitu justru harus berkomunikasi. Menjelaskan duduk persoalannya dan memupuk saling pengertian. Kemudian mencari alternatif penyelesaian atau solusi yang saling disepakati.

Berupa Ucapan

Manifestasi rasa benci bisa juga berupa ucapan, baik secara tidak langsung atau secara langsung. Secara tidak langsung biasanya dikatakan kepada orang lain yang biasanya tidak tahu duduk persoalan. Secara langsung yaitu terhadap orang yang dibencinya. Ada kalanya ungkapan dalam bentuk kata sering kali bernada kasar, caci maki atau umpatan.

Dari sudut psikologi, boleh saja mengungkapkan rasa tidak suka dengan kata-kata. Namun harus diucapkan dengan santun walaupun dengan suara keras. Orang yang mengungkapkan rasa kebencian dengan caci maka biasanya orang-orang yang jiwanya kotor.

Berupa Tulisan

Bahasa ucapan dan bahasa tulisan hampir sama. Namun bahasa tulisan bisa menimbulkan salah tafsir apabila kata atau kalimat yang disusunnya memang multitafsir. Jika ini terjadi, maka tidak akan menyelesaikan persoalan.

Sebaiknya sebuah tulisan,sebelum dikirim, harus dicek dan dipelajari dulu kata demi kata. Gunakan kata atau kalimat yang sangat jelas dan santun. Beri penjelasan alasan-alasan terjadinya sebuah persoalan. Kalau perlu mengambil sikap mengalah karena mengalah toh tidak berarti kalah.

Berupa Tindakan

Tak jarang orang menunjukkan rasa benci dengan tindakan. Misalnya ada tetangga sering membuang sampah di halaman rumah kita, melempar kulit telor ke ru mah kita dan perbuatan lain yang sebenarnya tidak rasional.

Ketika kita menggunakan Facebook tak jarang nyelonong tulisan-tulisan yang tidak kita sukai. Mungkin tulisan itu kita pandang mencaci maki, menghina, menyindir , membodoh-bodohkan, menggurui atau mengritik kita. Lantas tanpa pikir panjang kita sembunyikan (hide) tulisan itu. Atau bahkan men-delete nama teman kita dari Friends List.

Kalau cuma meng-hide tidak apa-apa. Tetapi kalau sudah men-delete dari Friends List maka itu cermin pribadi yang tidak bijaksana dan pribadi yang mudah tersinggung. Pribadi yang mudah tersinggung hanya dimiliki orang-orang yang berkepribadian lemah. Seharusnya yang kita lakukan adalah, apakah tulisan teman kita benar atau tidak, rasional atau tidak, masuk akal atau tidak. Hendaknya dipahami bahwa berbeda pendapat itu hal yang biasa. Kalau ada orang berbeda pendapat,kita wajib menghargainya walaupun tidak berarti kita harus mengikuti pendapatnya.

Biarkan sahabat kita di Facebook bicara apa saja. Toh tak ada keharusan kita setuju atau tidak setuju dengan pendapatnya. Begitu pula, pendapat kita belum tentu disetujui atau tidak disetujui teman kita.

Prinsipnya, biarkan teman kita menulis apa saja sejauh tidak melnggar undang-undang, peraturan, agama atau moralitas. Kita sudah dewasa. Harus mampu meredam rasa ketidaksukaan atau kebencian kita kepada orang lain. Apalagi orang lain itu saudara atau sahabat kita.Pada dasarnya rasa tidak suka atau rasa benci akan mengotori jiwa kita.

Dari sudut psikologi, kita harus memiliki kematangan jiwa.

HARIYANTO IMADHA


PSIKOLOGI:

 

Kenapa Seseorang Mudah Tersinggung?

PSIKOLOGI adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku kejiwaan. Termasuk di antaranya rasa mudah tersinggung. Ada orang yang sulit tersinggung, ada yang mudah tersinggung dan ada yang sangat mudah tersinggung. Bagaimana pula cara mengatasinya?

Si A tiba-tiba saja tersinggung ketika bersenggolan dengan orang lain ketika berjalan di sebuah mal. Si B tersinggung ketika dikatakan dia itu orang bodoh. Si C tersinggung ketika merasa dilecehkan. Si D tersinggung ketika pendapatnya tidak diterima orang lain.

Cukup banyak penyebab seseorang bisa tersinggung. Namun secara umum penyebab tersinggung karena faktor harga diri. Siapa saja akan merasa tersinggung manakala harga dirinya dipandang rendah oleh orang lain. Ada orang yang punya harga diri terlalu tinggi sehingga dia sangat mudah tersinggung. Ada yang harga dirinya sedang-sedang sehingga dia mudah tersinggung. Ada yang harga dirinya biasa-biasa saja sehingga tingkat ketersinggungannya biasa-biasa saja bahkan sering tidak ditunjukkan ke orang lain.

Sebenarnya ketersinggungan seseorang bisa dikurangi atau ditiadakan apabila seseorang mempunyai kedewasaan mental dan berpikir. Semakin dewasa seseorang dan semakin kuat mental seseorang maka dia bisa menahan rasa ketersinggungannya tanpa harus mengeluarkan emosi atau reaksi yang berlebihan.

Kuncinya yaitu, pengendalian emosi. Orang yang cerdas dan matang berpikir akan menghadapi sesuatu, termasuk kritik, caci maki, cemooh atau penghinaan dengan akal pikiran yang jernih. Dia akan merespon semuanya itu dengan penjelasan, argumentasi, verifikasi, klarifikasi dengan alasan-alasan yang cukup kuat. Bahkan dia bersedia menerima keadaan sesuai dengan fakta dan realita apa adanya.

Seseorang yang dikatakan bodoh, maka dia akan mengatakan “Iya, memang saya bodoh. Doakan semoga saya bisa pandai”. Seseorang dikatakan sebagai banci akan menjawab “Iya, memang saya kebanci-bancian. Tetapi saya bersyukur kepada Tuhan karena saya telah diberi kesempatan menikmati hidup di dunia. Saya seperti ini karena kehendak Tuhan”. Seorang yang dikritik tidak becus mengelola sebuah perusahaan sehingga bangkrut akan mengatakan “ Iya, saya memang bagkrut. Namun pengalaman adalah guru yang baik.”

Jadi, untuk tidak mudah tersinggung kucinya adalah berlatih mengendalikan emosi dan tuangkan atau wujudkan emosi Anda dengan kata-kata atau kalimat-kalimat yang bersifat memberikan pengertian kepada orang yang menyinggung perasaan Anda. Toh, semua persoalan bisa diselesaikan secara baik, bukan menggunakan emosi tetapi menggunakan akal pikiran yang sehat. Kalau tidak bisa diselesaikan sekarang, ya selesaikan besok atau lusa.

HARIYANTO IMADHA


PSIKOLOGI:

Seharusnya Para Caleg Gagal

Tak Perlu Depresi

PEMILU legislatif telah usai. Masing-masing caleg sudah mengetahui gambaran tentang jumlah suara yang diperolehnya. Mereka yang mendapat suara banyak tertawa kegirangan, walaupun itu belum merupakan jaminan bisa dapat kursi di dewan.

Sebaliknya, yang suaranya sedikt menjadi kecewa. Dari rasa kecewa berkembang menjadi stres, kemudian berkembang lagi menjadi frustrasi dan akibatn berikutnya mengalami depresi ringan yang kemungkinan disusul depresi akut. Caleg yang sakit jantung, ada yang langsung meninggal dunia.

Kekecewaan bisa dimaklumi sebab mereka mengeluarkan biaya terlalu banyak, mulai dari puluhan juta hingga miliaran rupiah. Ternyata gagal. Padahal uang itu ada yang merupakan hasil menjual harta benda atau bahkan utang ke sana ke mari. Lantas terjadilah rasa kecewa yang sangat besar.

Seharusnya, para caleg tidak hanya membayangkan kesuksesan, tetapi juga harus membayangkan kegagalan. Mereka harus siap apabila kalah. Lantas harus dipikirkan, apa yang harus dilakukan jika kalah? Seharusnya sejak awal para caleg harus iklas dengan kerugian material maupun finansial yang dialami. Anggap saja itu sudah merupakan kehendak Tuhan. Apakah kehendak Tuhan harus disesali dan digugat.

Pelajaran yang harus dipetik adalah, promosi melalui media ruang (baliho, spanduk, pamflet, brosur dan semacam-nya) tidak efektif menjaring suara. Para pakar ilmu komunikasi dan para pakar pemasaran tahu itu. Artinya, iklan politik dan iklan produk itu berbeda.

Seharusnya, lebih efektif jika para caleg melakukan kampanye secara personal atau door to door. Di samping biayanya murah juga lebih efektif. Asal, mampu berkomunikasi dan berbicara efektif.

Sebuah kekalahan tak perlu disesali. Walaupun berteriak-teriak histeris, uang yang hilang tak akan kembali. Walaupun mengamuk, harta benda yang dijual tak akan kembali. Walaupun marah-marah, batangan-batangan emas yang dijual tak akan menjadi miliknya lagi. Walaupun menangis tujuh hari tujuh malam, sawah dan sapi yang dijualnya tak akan kembali.

Para caleg yang gagal harus belajar hidup dalam kenyataan. Hidup dalam realita. Realita bahwa dia kalah. Kalah ya kalah. Tidak mungkin menang. Karena kalah itu merupakan realita, maka itu harus diterima.

Memikirkan hidupnya di masa depan jauh lebih bermanfaat daripada termenung, stres, frustrasi atau depresi. Walaupun sampai gilapun uang dan harta bendanya tak akan kembali.

Jalan terbaik yaitu kembali ke agama. Percayalah bahwa rezeki dan musibah akan datang silih berganti. Semua orang akan mengalami ini. Oleh karena itu, hilangkan rasa stres, frustrasi dan depresi dengan cara mendekatkan diri ke Tuhan, tetap berkomunikasi dengan sahabat-sahabat dan bahkan tetap bercanda. Lupakan saja yang telah lewat. Siapa tahu masa depan lebih bagus dan lebih indah daripada hidup Anda yang sekarang ini.

HARIYANTO IMADHA


PSIKOLOGI:

 

Pamer Gelar Sarjana

Cermin Rasa Kurang Pede

SUATU hari, tiba-tiba saya menerima SMS. Isinya, menanyakan apakah saya yang bernama Hariyanto yang dulu kuliah di Fakultas Ekonomi, Universitas X? Saya jawab “ya”. lantas, dia menelepon saya.

Ternyata dia adalah sahabat kuliah saya yang sudah 35 tahun tidak pernah bertemu. Dia menemukan nama dan nomor HP saya di website yang saya buat.

Tanpa saya tanya, dia berkata:

-“Saya sekarang sudah dapat MBA dan MM lho!”

-“Dapat gelar iutu dari mana?” Saya ingin tahu.

-“MBA dari ABC Business Scholl di Kebayoran Baru, jakarta Selatan dan MM dari PQR Business School di daerah Menteng, Jakarta Pusat”. Nada bicaranya bangga.

Namun di dalam hati saya justru saya tertawa. Kedua Business Svhool itu bukan universitas. Asal bayar Rp 25 juta, dijamin dapat satu gelar master. Saya yang pernah 22 tahun di Jakarta tentu tahu bahwa di kota itu banyak PTS Asba alias asal bayar. Asal bayar biaya pendaftaran, asal bayar SPP, asal bayar biaya ujian, asal kuliah, asal ikut seminar, asal bikin skripsi, asal bayar ujian sarjana. Pokoknya asal bayar dan semua persyaratan kuliah asal diikuti, dijamin lulus dan dapat gelar sarjana, baik S-1, S-2 maupun S-3.

Bahkan di kota saya, Bojonegoro, Jawa Timur, saya pernah ditawari seorang salesman. Kalau mau gelar S-2, cukup bayar Rp 3 juta saja. Kuliahnya Sabtu dan Minggu. Saya Cuma tertawa di dalam hati.

Saya tahu benar bahwa teman saya tadi sewaktu kuliah tidak begitu pandai. Bahkan sebenarnya dia kakak kelas dua angkatan lebih tua. Artinya, dia tidak naik tingkat selama dua kali atau dua tahun. Kalau ujianpun sering membawa contekan. Kalau menjelang ujian sering mengunjungi dosen-dosennya sambil membawa amplop dan oleh-oleh.

Sebagai kompensasinya, maka dia suka memakai dan pamer gelar. Orang tidak meminta kartu namapun diberi. Tentu, kartu nama yang ada embel-embelnya gelar sarjana. Kalau dia seorang profesional (dokter, arsitek, pegacara, dan profesi lainnya), boleh-boleh saja bagi-bagi kartu nama asal motivasinya adalah mempromosikan profesinya.

Namun sebuah penelitian yang dilakukan oleh salah satu perguruan tinggi di Amerika, dari 1000 sarjana yang suka pamer gelar, ternyata hanya ada dua sarjana yang lulusnya cumlaude. Sedangkan yang 98 lainnya lulusnya biasa-biasa saja. Artinya, dari sudut psikologi, orang yang suka pamer gelar sarjana adalah tipe orang-orang yang kurang pede (percaya diri).

HARIYANTO IMADHA



Kategori